Slider[Style1]

Style2

Style5

Style4

Siapa Takut?

Kisah Para Rasul 4:1-22

Dalam teks Firman yang kita baca, kita mendapati Petrus dan Yohanes ditangkap oleh para pemimpin agama yang gerah dengan ajaran mereka tentang Tuhan Yesus. Jika kita perhatikan, sebelum mereka ditangkap, pelayanan mereka menghasilkan begitu banyak buah. Dalam Kisah Para Rasul 2:41, Kebaktian Kebangunan Rohani pertama yang dipimpin oleh Petrus menuai tiga ribu jiwa. Buah pelayanan yang sangat fantastis! Bahkan persis dalam pasal 3, Petrus sempat melakukan suatu mukjizat yaitu seorang lumpuh dapat berjalan kembali. Di tengah keberhasilan pelayanan inilah, mereka berdua ditangkap.

Peristiwa ini mengajarkan kita suatu fakta penting yaitu kita pasti mengalami penderitaan dalam pelayanan dan pemberitaan Injil. Penderitaan dapat bersifat fisik seperti penganiayaan dan bersifat batin seperti cemoohan. Justru semakin kita maju dalam pelayanan, kita akan menghadapi semakin banyak tantangan yang berusaha untuk menggagalkan kita di tengah jalan. Mengapa? Karena musuh abadi kita, si iblis, tidak senang bila kita terus menerus berhasil. Dia akan melancarkan aneka serangan supaya kita gagal.

Namun, sebenarnya, penderitaan bukanlah halangan utama dalam pemberitaan Injil. Halangan utama adalah rasa takut untuk mengalami penderitaan. Rebecca Manley Pippert pernah mengatakan, “Ketakutan, bukan ketidakpedulian, adalah musuh penginjilan yang sesungguhnya.”

Kembali pada kisah Petrus dan Yohanes: Mereka malah tidak menunjukkan rasa takut ketika mereka diadili oleh para pemuka agama. Jangan lupa, para pemuka agama yang mengadili mereka adalah orang-orang yang sama yang telah menghukum mati Tuhan Yesus sekian bulan sebelumnya. Sepantasnyalah Petrus dan Yohanes dikecam rasa takut. Akan tetapi, kita tidak menemukan bahwa mereka menjadi tidak berdaya dan dilumpuhkan karena ketakutan. Sebaliknya, Petrus dengan berani menantang para pemuka agama yang begitu berkuasa.

Padahal, Petrus dan Yohanes bukanlah orang terpelajar seperti para pemuka agama. Petrus sendiri berprofesi sebagai seorang nelayan sebelum dia menjadi murid Tuhan Yesus. Jika kita ibaratkan, Petrus dan Yohanes seperti lulusan SD yang berhadapan dengan para profesor agama. Itulah yang membuat banyak orang terheran-heran karena melihat keberanian Petrus dan Yohanes walaupun mereka bukanlah orang terpelajar (ayat 13). Jelaslah bahwa keberanian Petrus dan Yohanes dalam memberitakan Injil tidaklah ditentukan oleh tingkat pendidikan.

Inilah pelajaran yang sangat penting dalam kita memberitakan Injil. Kita jangan sekali-kali menyandarkan keberanian kita pada pendidikan. Pertama, tidak semua kita adalah orang berpendidikan tinggi. Apakah lantas ini menjadi alasan kita tidak memberitakan Injil? Kedua, jika kita mengutamakan pendidikan maka kita akan selalu menemukan “lawan” yang lebih tinggi pendidikannya daripada kita. Jika demikian, apakah kita menjadi minder dan pengecut dalam memberitakan Injil? Sekali lagi, pendidikan tidak bisa menjadi dasar untuk keberanian kita.

Kalau demikian, apakah dasar kita untuk menjadi berani dalam memberitakan Injil di tengah dunia yang membenci kita? Dasar pertama adalah kita harus dipenuhi oleh Roh Kudus. Penulis Kisah Para Rasul mencatat pada ayat 8, Petrus begitu dipenuhi oleh Roh Kudus sehingga dia dengan berani menjawab pertanyaan para pemuka agama yang sangat marah kepadanya. Terlalu sering kita memahami bahwa kepenuhan Roh Kudus harus ditandai dengan aneka manifestasi yang spektakuler seperti berbahasa Roh dan sebagainya. Kita lupa bahwa salah satu bukti dari kepenuhan Roh yang sejati adalah kita menjadi berani dalam memberitakan Injil. Jika kita membaca Kisah Para Rasul 4:31, Firman Tuhan begitu jelas menyatakan bahwa para murid menjadi berani setelah mereka dipenuhi oleh Roh Kudus!

Dasar kedua bagi keberanian kita dalam memberitakan Injil adalah pengenalan yang intim dan pribadi akan Tuhan Yesus. Dalam ayat 19-20, Rasul Petrus berkata bahwa dia tidak mungkin bungkam dan tidak membagikan apa yang dia alami bersama dengan Tuhan Yesus. Bukankah ini kunci penting untuk kerinduan dan keberanian kita dalam memberitakan Injil? Jika kita ingin memiliki semangat yang berkobar-kobar bagi Injil maka kita harus pertama-tama mengalami Injil itu dalam kehidupan kita. Kita harus mengalami secara langsung apa artinya memiliki Kristus sebagai Tuhan, Raja, dan Juruselamat kita. Amin!

Oleh: GI Jimmy Setiawan

Komunitas Sel Yang Menjangkau Jiwa Baru


(Kisah Para Rasul 2:41-47; 4:32-35; 5:12-14)

Jemaat Kristen mula-mula mempraktekkan gaya hidup berkomunitas di rumah-rumah selain beribadah di Bait Allah. Komunitas Kristen ini menarik begitu banyak orang sehingga mereka bukan saja dihormati dan disukai kehadirannya tetapi banyak orang bersedia bergabung ke dalamnya.

Pertanyaannya: Apakah komunitas Anda hadir di lingkungan rumah, kantor, sekolah, kampus, dsb dihormati dan disukai orang serta mampu menjadi daya tarik orang untuk datang? Jangankan jiwa baru, Anda sendiri senang/ ingin datang ga?

Dari komunitas Kristen mula-mula kita akan mempelajari bagaimana komunitas sel kita dapat menjangkau jiwa baru? Sambil mendengarkan, sambil kita bandingkan dengan keadaan komsel kita.

1. Ada perjumpaan dengan kebenaran
“Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul..” (2:42)
“Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus”. (4:33a)

Kata “bertekun” artinya “mengabdikan diri secara terus menerus”, artinya mereka bukan saja mendengar dan mendiskusikan kebenaran firman Tuhan tetapi mereka memberikan diri mereka untuk dicocokkan dengan Firman Tuhan sehingga terjadi pertobatan yang menghasilkan perubahan hidup.

Mengapa komsel kita tidak menarik banyak orang? Karena kita membaca dan membahas firman Tuhan tetapi tidak membiarkan firman Tuhan itu mengubah hidup kita, sehingga walaupun sudah ikut komsel sekian lama, hidup kita masih tetap hidup yang lama, yaitu melakukan kebiasaan buruk dan dosa kedagingan: iri hati, dendam, egois, malas, suka tersinggung, suka bertengkar, gossip, fitnah, dst.
Komsel seperti ini tidak akan membuat suami, isteri, keluarga dekat, teman kantor, tetangga, dst tertarik, malahan seringkali mereka sebal setiap kali kita berkata kita mau ke komsel.

2. Ada perjumpaan dengan kasih (2: 44-45 ; 4:32, 34-35)
Berikut ini data dan analisa menarik dari Rodney Stark, sosiolog yang meneliti pertumbuhan orang Kristen di 300 tahun pertama, dalam bukunya "The Rise of Christianity"...
Diperkirakan pada tahun 300 M, orang Kristen adalah 10% dari seluruh populasi kerajaan Romawi. Jika total populasinya 60 juta, maka 6 juta orang Kristen pada saat itu. Jika dihitung pada tahun 40 M, terdapat 1000 orang Kristen, maka selama 260 tahun gereja mengalami kenaikan kuantitas sebesar 40% per tahun!
Mengapa gereja mengalami pertumbuhan yang pesat. Salah satu temuannya adalah orang Kristen sangat peduli terhadap sesama manusia yang bukan Kristen. Dalam sejarah, kerajaan Romawi pernah ditimpa epidemi penyakit mematikan selama 2 kali dalam rentang 3 abad pertama tersebut. Orang yang bukan Kristen cenderung mengungsi keluar kota dan tidak peduli terhadap yang lain. Sedangkan orang Kristen malah menetap di kota yang terserang penyakit dan membantu mereka yang menderita. Tidak sedikit orang Kristen juga akhirnya tertular dan meninggal karena penyakit itu. Inilah yang membuat kekristenan menjadi agama yang dihormati dan disukai banyak orang saat itu.
Mengapa komsel kita tidak menarik banyak orang? Karena sedikit sekali perbuatan kasih yang kita nyatakan. Contohnya, apakah kita sungguh-sungguh mendoakan orang yang membutuhkan dukungan doa kita? Apakah kita bersukacita terlibat dalam pengumpulan dana untuk saudara seiman kita yang sedang membutuhkan? Apakah kita membiarkan perselisihan, perasaan tidak puas, kepahitan, dst ada di dalam komsel kita? Apakah setiap orang di dalam komsel datang untuk memberi dan melayani daripada diberi dan dilayani? Apakah anggota sel mengasihi PKS dan juga sebaliknya? Dst.

Komsel yang penuh dengan kasih, akan membuat setiap orang di dalamnya merasa nyaman dan yang lebih penting, Tuhan hadir di dalam komunitas yang mempraktekkan kasih yang adalah gaya hidup Allah.
3. Ada perjumpaan dengan kuasa (2:43; 5:12)
Seringkali anggota komsel tidak mengalami perjumpaan dengan kuasa Allah karena anggota komsel lebih sering membicara kegagalan daripada kemenangan, masalah daripada pengharapan, pokok-pokok doa daripada jawaban doa, dst, sehingga orang yang hadir dalam komsel tidak berfokus kepada Tuhan kita yang besar dan berkuasa.
Komsel juga akan kehilangan pengalaman akan kuasa Allah yang mampu menyelamatkan orang yang berdosa jika tidak keluar mencari jiwa yang baru, berdoa bagi orang yang sakit berat, dst.

Pertanyaan Diskusi:

Evaluasilah komsel Anda
1. Evaluasilah, apakah kehadiran komsel Anda ditunggu-tunggu atau diharapkan oleh Anda sendiri ? Apakah Anda pernah mendengar orang lain menyebutkan kelebihan komsel Anda? Dalam hal apa?
2. Berapa banyak di antara anggota komsel Anda sekarang merupakan hasil penginjilan dan pelayanan komsel atau anggota komsel Anda? Apa kesmipula n Anda?
3. Menurut Anda, dari ketiga poin di atas, mana yang paling butuh untuk dikembangkan agar komsel Anda dapat menarik jiwa baru percaya kepada Yesus? Diskusikan langkah kongkritnya dan praktekkan segera!





Top