Tahun Baru Imlek mempunyai sejarah yang cukup
lama. Menurut penelitian para pakar, Imlek sudah dirayakan pada zaman Dinasti
Sia, yaitu tahun 2200 SM. Walaupun hari perayaan berganti-ganti sesuai dengan
dinasti yang berkuasa, barulah pada tahun 104, zaman raja Han U Tie hari
Imlek ditetapkan secara permanen sehingga sampai sekarang.
Sebenarnya Imlek dirayakan dalam rangka menyambut
berakhirnya musim dingin dan permulaan musim semi. Tetapi kemudian kegiatan
perayaan ini ditambah dengan pengaruh beberapa agama, pengajaran, dan
kepercayaan yang beredar di kalangan masyarakat (Min Cien Sin Yang) pada waktu itu, sehingga perayaan Imlek
menjadi perayaan yang sarat dengan bau keagamaan dan kepercayaan.
Sebagai
orang Kristen Tionghoa, apakah kita boleh ikut merayakan Tahun Baru Imlek?
Orang Kristen bukan saja boleh ikut merayakan, bahkan dapat dijadikan sarana
penginjilan.
Kegiatan untuk menyambut Imlek sudah diadakan
satu minggu sebelumnya. Kegiatan tersebut disebut sebagai upacara sembahyang
untuk menghantar Dewa Dapur (Cao Shen)
naik ke langit. Menurut kepercayaan orang Tionghoa Dewa Dapur adalah utusan
Dewa Langit untuk mengawasi kegiatan setahun dari setiap keluarga. Kemudian
setahun sekali, pada tanggal 24 Desember, tahun Imlek naik ke langit untuk
memberi laporan. Satu hari sebelum Dewa Dapur naik, diadakan meja sembahyang
dengan pengharapan laporan yang diberikan untuk keluarga mereka dari segi
baiknya saja.
Dari upacara ini terlihat kebenaran Alkitab
diungkapkan secara gamblang. Kebenaran yang diangkat adalah pernyataan bahwa
setiap manusia, baik kaya atau miskin, berpendidikan maupun tidak adalah
orang yang berdosa. Terlihat kerinduan mereka untuk mendapat kelepasan dari
konsekuensi dosa, cuma sayang metode kelepasan adalah dengan cara manusia.
Paulus mengatakan bahwa tiada seorangpun yang bisa melakukan hukum Taurat
(Ukuran untuk mendapat kelepasan) diselamatkan (Rm. 3: 28). Oleh karena itu
Yesus perlu datang, dan mati untuk pengampunan atau kelepasan dari hukuman. Manusia
hanya dengan iman saja menerima, maka peroleh selamat (Rm. 3: 23-26).
Malam tahun baru keluarga kumpul bersama dan
dinamakan "Toan Yen",setelah
itu diadakan acara soja teh (Chin Cha).
Anak cucu berbaris secara bergiliran menyuguhkan teh dengan cara berlutut
sebagai tanda "anak berbakti". Orang Kristen tidak ada salahnya
untuk melibatkan diri, karena penyampaian teh meskipun dengan berlutut bukan
berarti "penyembahan", karena objek yang kita hormati orang tua
yang masih hidup, bukan roh, maka tidak ada kaitan dengan ritual. Dengan
melibatkan diri menunjukkan bahwa orang Kristen juga berbakti pada orang tua.
Kegiatan pada hari Imlek adalah upacara
sembahyang pada arwah yang sudah meninggal. Tentu orang Kristen tidak boleh
melibatkan diri dalam upacara tersebut. Alasan ada dua, yaitu: pertama, objek
yang disembahyangi berbentuk roh dan ini sudah masuk pada ritual, soal
keagamaan, soal penyembahan. Kedua, Alkitab dengan jelas mengungkapkan bahwa
arwah yang meninggal hanya pergi kedua tempat, yaitu sorga atau ke tempat
penyiksaan dan tidak ke mana-mana. Jika demikian roh siapa yang kita
sembahyang? Roh penguasa udara.
Kegiatan selanjutnya adalah perkunjungan, yaitu
yang muda berkunjung ke orang tua. Kegiatan ini sangat disenangi orang-orang
muda, karena usai berkunjungan, maka pihak orang yang terlebih tua akan
memberi angpao. Kegiatan ini dapat pula dipakai sarana penginjilan. Yang
terlebih muda dapat menggunakan kesempatan waktu menerima angpoa memberi
buku-buku rohani atau traktat; jika yang tua dapat di dalam angpo bukan saja
berisi uang dan juga ayat-ayat Alkitab. Di tengah-tengah percakapan dengan
keluarga besar, kita dapat juga menggunakan kesempatan untuk menyatakan kasih
Tuhan dengan menyapa, memberikan perhatian, memberikan kata-kata yang
menghibur membangun dan bersaksi menceritakan kebaikan-kebaikan Tuhan yang telah kita
alami sepanjang tahun ini.
Masih banyak kegiatan setelah itu, namun kiranya
artikel ini dapat membantu, khususnya orang Kristen Tionghoa, bagaimana
bersikap ketika berada di tengah-tengah keluarga yang belum percaya.
(Bahan diambil dari tulisan Pdt. Dr. Paulus Daun, Th. M.)
|
Renungan Harian: Challenge (Tantangan)
-
Judul : Challenge (Tantangan) “Word Play” By. Evert Kristian Ranga Ujian
dan cobaan dalam hidup adalah indikasi kekuatan batin, bukan kelemahan; itu
adal...
No comments: