Banyak anak Tuhan yang jago kandang yaitu di gereja dia dihormati dan disanjung. Namun, di luar, dia bukan siapa-siapa.
Tentu saja, fakta ini bertolak belakang dengan ajaran Tuhan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa kita harus menjadi garam dan terang dunia. Sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus memberikan perintah supaya kita pergi ke dalam dunia dan memuridkan orang-orang. Persoalannya, akhir-akhir ini banyak orang Kristen yang merasa nyaman dengan kehidupan kekristenannya dan tidak lagi peduli dengan apapun yang terjadi di balik tembok gereja.
Tuhan Yesus bukan hanya mengajarkan kita untuk menjadi garam dan terang dunia melainkan selama hidup-Nya, Dia telah memberikan teladan yang indah dan praktis bagi kita semua. Tuhan Yesus tidaklah membentuk klub eksklusif bersama kedua belas murid-Nya. Sebaliknya, bersama dengan para murid-Nya, Tuhan Yesus sungguh-sungguh pergi berinteraksi bahkan melayani orang-orang berdosa.
Kembali ke kita. Jika kita menyebut diri sebagai murid Tuhan Yesus maka kita harus meneladai Tuhan kita dalam hal relasi dengan orang-orang yang belum percaya, termasuk terhadap mereka yang selama ini dianggap sampah masyarakat. Mari kita sungguh-sungguh bercermin pada teladan Tuhan Yesus.
1. Kita harus bergaul dengan orang yang tidak percaya.
Pergaulan yang dimaksud di sini bukan sekedar pergaulan biasa seperti Saudara hanya menyapa “selamat pagi” kepada tetangga atau rekan sekantor. Pergaulan di sini adalah pergaulan yang menceburkan diri ke dalam hidup mereka. Perhatikan, Tuhan Yesus makan bersama para pendosa.
Buat orang Timur Tengah pada zaman itu, makan bersama adalah tindakan atau simbol persekutuan yang akrab. Zaman itu, tidak ada tempat hiburan seperti mal atau bioskop. Satu-satunya acara persekutuan adalah ketika mereka makan bersama. Makan bersama juga menunjukkan suatu bentuk penerimaan yang sangat intim. Ketika kita diundang makan oleh seseorang pada zaman itu maka artinya orang itu menerima kita. Dan bila kita memenuhi undangan itu, berarti kita pun menerima orang yang mengundang kita. Di akhir perumpamaan Tuhan Yesus tentang anak yang hilang dalam Lukas 15, sang bapa menggelar pesta jamuan makan untuk sang anak bungsu yang kembali. Peristiwa makan ini merupakan simbol penting akan penerimaan sang bapa menerima kembali si bungsu.
Ketika Tuhan Yesus mau duduk semeja dengan orang berdosa. Makan bersama mereka. Ini jelas sekali menunjukkan Tuhan Yesus mau menerima mereka dan melibatkan diri-Nya ke dalam kehidupan orang-orang berdosa. Tuhan Yesus mau bergaul secara lebih intensif dan serius dengan orang berdosa. Dia membangun hubungan yang akrab dengan mereka.
2. Kita harus peka dan berbelas kasih terhadap kebutuhan orang yang tidak percaya.
Ini bisa terjadi, kalau kita belajar melihat sesama seperti Tuhan Yesus melihat mereka. Kita harus memiliki mata dan hati Kristus dalam memandang orang lain. Kitab-kitab Injil sering menggambarkan ketika Tuhan Yesus melihat orang-orang berdosa, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasih. Hati Tuhan Yesus mudah tersentuh oleh kebobrokan dan ketidakberdayaan manusia akibat dosa. Tuhan Yesus memandang orang berdosa bukan sebagai kanker yang harus dibuang, juga bukan sebagai pengganggu yang harus dienyahkan. Sebaliknya, Tuhan Yesus mengasihani mereka sebagai orang-orang yang patut dikasihi dan ditolong.
Tuhan Yesus lebih mengutamakan belas kasihan kita terhadap sesama daripada tindakan atau perilaku keagamaan kita. Ini jelas dalam ayat 13. Dia berkata bahwa Dia menghendaki belas kasihan daripada persembahan. Persembahan di sini adalah simbol dari tindakan ibadah rutin. Kalau kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia sehari-hari: “Aku menghendaki belas kasihan daripada ibadahmu setiap hari Minggu.”
Kalau kita memiliki belas kasihan maka kita tidak mudah tersinggung atau kecewa oleh perilaku orang belum percaya. Dokter yang baik tidak akan menolak pasien hanya karena pasienya punya karakter buruk. Seorang dokter yang profesional, dia tetap akan merawat dan menyembuhkan pasiennya walaupun pasiennya itu menjengkelkan.
3. Kita harus menjawab kebutuhan orang yang tidak percaya.
Belas kasih itu tidak boleh berhenti pada masalah perasaan dan keinginan. Belas kasih tanpa wujud nyata tidak berarti sama sekali. Seseorang bisa saja berkata ratusan kali bahwa dia mengasihi orang lain tetapi kalau dia tidak pernah mengulurkan tangannya untuk sungguh-sungguh membantu ketika orang lain itu membutuhkan, maka itu hanyalah omong kosong.
Tuhan Yesus bukan sekedar makan bersama orang berdosa.
Dia menyentuh dan menyembuhkan orang yang sakit kusta.
Dia membela wanita yang berzinah dan akan dihukum mati oleh masyarakat.
Dia menerima seorang pemungut cukai sebagai salah satu murid-Nya.
Dia menginjili wanita Samaria yang kawin cerai lima kali.
Dia membebaskan orang yang kemasukan setan yang sudah diasingkan oleh masyarakat ke kuburan.
Kehadiran Tuhan Yesus sungguh menjadi berkat indah dan luar biasa bagi orang-orang berdosa yang ditemui-Nya.
Waktu kita menolong orang lain, kita jangan mengharapkan apapun juga dari orang yang kita tolong.
Kita harus belajar tidak memiliki pamrih. Tidak semua orang yang ditolong dapat membalas kebaikan kita secara pantas. Bahkan belum tentu orang mengucapkan terima kasih. Ingat cerita 10 orang kusta yang disembuhkan Tuhan Yesus? Hanya 1 orang kusta yang kembali ke Tuhan Yesus dan mengucapkan terima kasih. Sisanya pergi begitu saja, bahkan tidak peduli untuk mengucapkan terima kasih.
Oleh: GI Jimmy Setiawan
No comments: