( 2 Raja-raja 7)
Kita seringkali dengan senang hati membagikan informasi kepada teman kita yang sakit tentang dokter yang telah berhasil mengobati penyakit kita, atau tukang yang ahli dan jujur kepada teman kita yang kebingungan mencari tukang untuk memperbaiki rumahnya yang bocor, atau tempat makan yang enak, murah dan meriah. Sebaliknya, mulut kita tiba-tiba merapat dan lidah kita terasa kelu ketika kita diminta untuk memberitakan Injil. Padahal Injil adalah berita terbaik yang butuh didengar oleh setiap orang, Injil itulah yang menyelamatkan kita dan membawa kita kepada hidup yang berkelimpahan dalam Tuhan.
Kita akan belajar dari kisah 4 orang kusta pada jaman raja Yoram di Israel. Pada waktu itu tentara Raja Aram mengepung kota Samaria selama 7 tahun (8:1). Kelaparan yang menimpa penduduk Samaria begitu hebatnya sehingga terjadi hal-hal yang amat menyedihkan. Harga makanan membumbung tinggi tak terkendali. Kotoran merpati dan keledai yang haram pun harganya mahal (6:25). Kisah kesepakatan dua orang ibu untuk memakan anak mereka sendiri amat memilukan (6:26-30).
Sementara itu, di depan pintu gerbang kota, tinggallah 4 orang kusta. Orang kusta adalah orang yang orang yang kehilangan hak sosial. Mereka tidak boleh berkumpul dan hidup dengan orang sehat. Tempat mereka ada di tapal batas kota, daerah sunyi dan jauh dari masyarakat (Im. 13:46, Bil. 5:1-4). Karena kelaparan yang sangat akibat pengepungan, merekapun ikut terkena imbasnya. Bagaimana memikirkan orang sakit di luar kota, orang sehat yang di dalam kota saja tidak terurus. Ada tiga pilhan yang mungkin bisa dilakukan keempat orang kusta ini: pertama tetap duduk sampai ajal menjemput. Kedua, memberanikan diri masuk kota dan mati bersama rakyat lain yang juga sedang kelaparan. Alternatif ketiga mereka nekat masuk perkemahan musuh meminta makanan, siapa tahu tentara Aram takut ketularan sehingga cepat-cepat memberikan makanan atau kemungkinan terjelek mereka dibunuh. Semua pilihan sama buruknya, dan akhirnya mereka memilih alternatif ketiga.
Di luar dugaan, ternyata Tuhan berkarya sedemikian rupa, tentara Aram yang kuat dan terlatih litu ari ketakukan karena mendengar bunyi suara kereta kuda dan tentara dalam jumlah besar yang dikira serangan Raja Het dan Raja Misraim yang bersekongkol membantu raja Israel. Bumi perkemahan dengan segala peralatan perang serta harta benda mereka tinggalkan begitu saja. Ketika, keempat orang kusta ini masuk ke dalam perkemahan orang Aram tsb, mereka menemukan perkemahan tersebut dalam keadaan kosong. Mereka segera menemukan dan menikmati makanan dan minuman yang berlimpah-limpah, mereka juga mengumpulkan harta benda yang ditinggalkan tentara Aram sebagai jarahan. Dalam suasana sukacita itu, tiba-tiba mereka teringat saudara-saudaranya yang kelaparan di dalam kota. Mereka berunding, dan akhirnya mereka memilih untuk memberitahukan kabar baik ini kepada orang-orang Israel yang terkepung dalam kota. Apa yang membuat mereka tidak tinggal diam?
“Tidak patut yang kita lakukan ini..” Tinggal diam adalah sikap yang tidak sepatutnya/ sepantasnya/ selayaknya (NIV: we are not doing right’).
Betapa egoisnya, jika mereka kenyang menikmati makanan sementara mereka tahu saudara-saudara mereka di dalam kota hampir mati karena kelaparan.
Tuhan Yesus telah memberi mandat kepada kita untuk memberitakan Injil. Injil adalah kabar baik tentang kasih Allah yang mau memberikan Anak Tunggal-Nya untuk menyelamatkan manusia berdosa sehingga setiap orang yang mau menerima Yesus tidak binasa mengalami hukuman kekal dalam neraka, melainkan beroleh hidup yang kekal. Bukan hanya rohnya yang diselamatkan, tetapi jiwanya yang tadinya merana, tidak ada harapan, mengalami berbagai tekanan dan penderitaan, dipulihkan, dan juga jasmaninya mengalami pemeliharaan Allah.
Jika kita, orang-orang Kristen berdiam diri dan tidak pernah membuka mulut kita untuk bersaksi, maka kita sungguh keterlaluan. Orang yang telah banyak mengalami kebaikan Tuhan pasti tidak bisa menahan bibirnya untuk menceritakannya, kecuali kita egois, cuek, malas, tidak mau repot, merasa nyaman, merasa bukan tugasnya. Dalam Kisah Para Rasul 8:1-4, kita melihat Allah harus menggunakan penganiayaan untuk “memaksa” jemaat Tuhan (di luar rasul) untuk menjadi saksi keluar dari Yerusalem, pergi ke seluruh kota-kota Yudea dan Samaria.
“..maka hukuman akan menimpa kita.” Tinggal diam berarti melalaikan perintah Tuhan, dan mendatangkan disiplin dari Tuhan.
Keempat orang kusta itu tahu, bahwa ketika mereka tinggal diam saja, atau bahkan menunda saja, mereka pasti akan menerima hukuman, cepat atau lambat raja akan tahu perbuatan mereka.
Menjadi saksi Kristus dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan, bukanlah undangan atau himbauan melainkan perintah.
Jika kita tidak mentaatinya pasti ada konsekwensinya. Kita seringkali lebih takut konsekwensi dari manusia daripada Tuhan. Kita lebih takut diejek, ditolak, dihina, dikucilkan, dipersulit, dst. Sehingga kita cenderung menjadi Kristen yang “menyamar”, padahal Tuhan memerintahkan kita menjadi terang dan garam yang kehadirannya nyata dan terasa. Orang-orang Kristen yang karena penganiayaan harus meninggalkan Yerusalem, kampong halaman mereka, pekerjaan mereka, tempat tinggal mereka, pergi menjelajah ke seluruh negeri mencari tempat tinggal baru, pekerjaan baru, teman dan kenalan baru, dst, SAMBIL memberitakan Injil—lifestyle evangelism.
Kelak di hadapan takhta putih, kita berjumpa dengan Tuhan muka dengan muka, Tuhan akan meminta pertanggungjawaban kita, dan akan menentukan seberapa upah atau mahkota kemuliaan yang kita terima. Bahkan sebelum kita pergi dari dunia ini, kita juga akan dihukum dengan perasaan bersalah yang besar jika kita melewatkan kesempatan untuk menjadi saksi Kristus.
Oleh: GI. Susanna I.Setiawan
Renungan Harian: Challenge (Tantangan)
-
Judul : Challenge (Tantangan) “Word Play” By. Evert Kristian Ranga Ujian
dan cobaan dalam hidup adalah indikasi kekuatan batin, bukan kelemahan; itu
adal...
No comments: