Pernikahan Kristen adalah proyek kehidupan yang harus dimulai dari hasil akhirnya. Apa artinya? Bila kita ingin berhasil dalam membangun pernikahan dan keluarga kita maka kita harus memahami apa sebenarnya tujuan dari pernikahan. Inilah yang dimaksud dengan visi keluarga ilahi. Jadi definisi sederhana dari visi keluarga ilahi adalah tujuan keluarga yang sudah ditetapkan oleh Allah melalui Firman-Nya!
Hal ini seperti membangun sebuah rumah. Langkah pertama dalam kita membangun sebuah rumah justru adalah dengan membayangkan hasil akhirnya. Setelah kita memperoleh gambaran yang sempurna tentang rumah idaman kita, maka barulah kita memulai segala sesuatunya. Alangkah bodohnya bisa seseorang membangun rumah tanpa tahu apa yang dia mau bangun.
Pernikahan kita haruslah menjadi pernikahan yang digerakkan oleh tujuan. Bukan sekedar tujuan yang berdasarkan kehendak kita tetapi tujuan yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri.
Sayangnya, banyak orang Kristen memulai keluarga dengan tujuan yang salah seperti:
1. Menikah untuk seks.
Ini adalah tujuan terbodoh dan rendah karena kita menganggap pasangan hidup kita hanya sebagai obyek pemuas nafsu seksual.
2. Menikah untuk memiliki anak/keturunan.
Menurut prinsip Firman dalam Kejadian 2, keluarga yang lengkap itu terdiri dari satu orang suami dan satu orang istri. Keluarga yang tidak memiliki anak bukanlah keluarga yang tidak sempurna.
3. Menikah untuk mencapai kebahagiaan.
Lebih berbahaya lagi bila kita mengidentikkan kebahagiaan dengan hal yang fana seperti materi dan uang. Seolah-olah semakin banyak harta maka semakin bahagia! Kebahagiaan bukanlah tujuan kehidupan. Kebahagiaan merupakan efek samping yang akan kita peroleh setelah kita sungguh-sungguh mencari Tuhan terlebih dahulu (Matius 6:33).
Sekarang, mari kita perhatikan teks kita pada ayat 25-27. Di sini, jelas sekali tugas utama seorang suami adalah menguduskan istrinya. Artinya, sang suami haruslah menolong, mendorong, memotivasi, dan mengarahkan sang istri supaya hidupnya semakin mencapai keserupaan dengan Kristus dalam karakternya, sikapnya, dan apapun aspek kehidupannya.
Namun, janganlah kita berpikir bahwa kekudusan hidup hanya berlaku untuk sang istri. Kekudusan hidup pun adalah tanggung jawab dari sang suami. Paulus sudah mengasumsikan bahwa hanya seorang suami yang kudus yang dapat menguduskan istrinya. Itu sebabnya, tidaklah heran sang suami disejajarkan seperti Kristus. Sama seperti Kristus yang kudus, suami pun harus kudus di hadapan istri dan Allah!
Dari penelitian kita atas teks ini, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pernikahan adalah: PENGUDUSAN. Dalam keluarga harus terjadi saling membantu untuk menghasilkan individu-individu yang kudus di hadapan Tuhan!
Janganlah Saudara menilai keberhasilan keluarga Saudara dari seberapa banyak harta yang Saudara berhasil kumpulkan, seberapa tinggi pendidikan anak Saudara, seberapa cantiknya pasangan Saudara. Namun, pertanyaan ujiannya adalah seberapa kudus dan berkarakter ilahinya pasangan hidup serta anak-anak Saudara.
Pesan Firman ini juga penting bagi mereka yang belum menikah. Carilah pasangan hidup yang seiman dan cinta Tuhan. Saudara tidak mungkin saling menguduskan dalam pernikahan bila satu pasangan Saudara tidak memiliki iman di dalam Kristus. Bagaimana dia bisa menguduskan Saudara kalau dia sendiri tidak percaya Tuhan dan tidak memahami arti kekudusan yang alkitabiah?
Oleh : GI. Jimmy Setiawan
No comments: